Kisah Dua Standar

Analisis Komparatif dengan Bahasa Melayu

 

Meskipun Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu (standar yang digunakan di Malaysia, Singapura, dan Brunei) berasal dari akar yang sama dan sebagian besar saling dapat dipahami (mutually intelligible), keduanya telah berkembang menjadi dua varietas standar yang berbeda. Perbedaan ini bukan hanya sekadar variasi dialek, melainkan perbedaan sistemis yang mencerminkan lintasan sejarah, politik, dan budaya yang berbeda dari kedua negara.

 

Akar Bersama, Jalur yang Berbeda

 

Titik awal divergensi yang paling signifikan adalah warisan kolonial yang berbeda. Indonesia, yang berada di bawah kekuasaan Belanda selama lebih dari tiga abad, banyak menyerap pengaruh linguistik dari bahasa Belanda. Sebaliknya, Malaysia, sebagai bekas koloni Inggris, sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris. Warisan ganda ini menjadi sumber utama perbedaan dalam kosakata modern, terminologi teknis, dan bahkan beberapa aspek ejaan dan pelafalan.

 

Perbedaan Leksikal dan Ortografis

 

Perbedaan yang paling mudah dikenali antara kedua bahasa terletak pada pilihan kata dan ejaannya.

  • Kosakata Serapan: Perbedaan sumber serapan sangat mencolok. Untuk konsep-konsep modern, Bahasa Indonesia sering kali mengadopsi atau mengadaptasi istilah dari bahasa Belanda, sementara Bahasa Melayu dari bahasa Inggris.
    • Contoh: “kantor” (ID) dari kantoor (Belanda) vs. “pejabat” (MY); “polisi” (ID) dari politie (Belanda) vs. “polis” (MY) dari police (Inggris); “handuk” (ID) dari handdoek (Belanda) vs. “tuala” (MY) dari towel (Inggris).
    • Istilah akademis di Indonesia sering berakar dari bahasa Latin melalui perantara Belanda (misalnya, universitas, kualitas, mayoritas), sedangkan di Malaysia cenderung mengikuti pelafalan Inggris (universiti, kualiti, majoriti).
  • “Kawan Palsu” (False Friends): Terdapat sejumlah kata yang ejaannya sama atau mirip tetapi memiliki makna yang sangat berbeda, yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman yang signifikan.
    • Contoh: Kata butuh di Indonesia berarti ‘perlu’, tetapi di Malaysia merupakan istilah vulgar untuk organ genital. Katabaja di Indonesia berarti ‘besi baja’, sedangkan di Malaysia berarti ‘pupuk’. Kata

      banci di Indonesia adalah istilah peyoratif untuk ‘waria’, tetapi di Malaysia berarti ‘sensus penduduk’.

  • Ejaan: Meskipun sistem ejaan telah diseragamkan pada tahun 1972 (Ejaan Yang Disempurnakan), yang menyelaraskan perbedaan sebelumnya seperti dj (ID) menjadi j dan tj (ID) menjadi c, masih ada beberapa perbedaan kecil yang tersisa.

Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.

Pelafalan dan Intonasi

 

Perbedaan fonetik juga menjadi penanda yang jelas. Pelafalan Bahasa Indonesia baku (Bahasa Baku) cenderung lebih tegas, stakato, dan sesuai dengan ejaannya. Salah satu ciri yang paling khas dari Bahasa Melayu Semenanjung adalah realisasi vokal /a/ di akhir kata yang sering kali dilafalkan sebagai vokal pepet /ə/ (schwa). Sebagai contoh, kata

saya dalam Bahasa Indonesia dilafalkan /saja/, sementara di Malaysia sering terdengar seperti /sajə/. Intonasi Bahasa Melayu juga sering digambarkan lebih “mengalir” atau melodis dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.

Perbedaan-perbedaan ini, meskipun tidak menghalangi komunikasi dasar, cukup signifikan untuk menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, meskipun bersaudara, adalah dua entitas linguistik yang berbeda, masing-masing dengan identitas dan standar normatifnya sendiri.

Area Perbedaan Bahasa Indonesia Bahasa Melayu (Malaysia) Penjelasan
Pengaruh Kolonial Utama Belanda Inggris Membentuk kata serapan untuk konsep modern.
Kosakata (Contoh) kantor (kantor), handuk (handuk), apartemen (apartemen) pejabat, tuala, pangsapuri Peminjaman langsung dari bahasa kolonial masing-masing.
“Kawan Palsu” butuh (perlu) butuh (istilah vulgar untuk alat kelamin) Area kritis untuk komunikasi lintas budaya.
baja (besi baja) baja (pupuk) Mencerminkan jalur pengembangan istilah industri/pertanian yang berbeda.
Pelafalan (Akhiran ‘a’) Dilafalkan sebagai /a/ yang jelas (contoh: saya sebagai /sa.ja/) Sering dilafalkan sebagai pepet /ə/ (contoh: saya sebagai /sa.jə/) Penanda fonetik utama dari standar yang berbeda.
Tanda Baca Koma desimal (contoh: 2,5) Titik desimal (contoh: 2.5) Warisan langsung dari konvensi Belanda vs. Inggris.
Status Nasional Bahasa pemersatu, berbeda dari “Bahasa Melayu” (bahasa daerah) “Bahasa Melayu” adalah bahasa nasional Mencerminkan ideologi kebangsaan yang berbeda mengenai bahasa.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top