Upaya Standardisasi dan Internasionalisasi
Di tengah dinamika perubahan organik, terdapat upaya sadar dan terstruktur dari pemerintah untuk membina, menstandardisasi, dan mempromosikan Bahasa Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk menjaga kemartabatan bahasa di dalam negeri sekaligus meningkatkan statusnya di panggung internasional, dengan aspirasi jangka panjang untuk menjadikannya salah satu bahasa dunia yang penting.
Penjaga Bahasa: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Lembaga utama yang mengemban tugas ini adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (sering disebut Badan Bahasa), yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Tugas dan fungsi Badan Bahasa mencakup tiga pilar utama:
- Pengembangan dan Standardisasi: Badan Bahasa bertanggung jawab untuk memodernkan dan membakukan bahasa. Ini diwujudkan melalui penyusunan dan pemutakhiran kamus rujukan utama, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan buku panduan tata bahasa resmi, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Lembaga ini juga aktif dalam menciptakan padanan istilah untuk konsep-konsep baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pembinaan: Upaya ini berfokus pada peningkatan sikap positif dan mutu penggunaan Bahasa Indonesia di masyarakat. Program pembinaan dilakukan melalui penyuluhan, lokakarya, dan kampanye publik. Salah satu slogan yang terkenal adalah
Trigatra Bangun Bahasa: Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing. Slogan ini mencerminkan kebijakan bahasa nasional yang berupaya menyeimbangkan antara identitas nasional, warisan lokal, dan kebutuhan global.
- Pelindungan: Badan Bahasa juga bertugas melindungi bahasa dan sastra Indonesia dari pengaruh asing yang berlebihan serta berupaya melestarikan ratusan bahasa daerah yang merupakan bagian dari kekayaan budaya bangsa.
BIPA: Bahasa Indonesia sebagai Instrumen Diplomasi Budaya
Salah satu program strategis yang menjadi ujung tombak internasionalisasi Bahasa Indonesia adalah Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Program ini dirancang tidak hanya sebagai kursus bahasa, tetapi sebagai instrumen diplomasi budaya dan soft power yang efektif.
- Tujuan dan Kurikulum: Tujuan utama BIPA adalah memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia secara terintegrasi kepada masyarakat internasional. Kurikulumnya tidak hanya mencakup empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), tetapi juga memuat unsur-unsur budaya, kearifan lokal, dan informasi mengenai masyarakat Indonesia. Dengan demikian, para pembelajar BIPA diharapkan menjadi “duta” yang memiliki pemahaman yang lebih dalam dan positif tentang Indonesia.
- Jangkauan Global: Minat terhadap program BIPA terus meningkat secara signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa terdapat sekitar 198.000 pembelajar BIPA yang tersebar di 56 negara. Ratusan lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk universitas, kedutaan besar, dan pusat kebudayaan, menyelenggarakan program BIPA, menandakan adanya permintaan global yang nyata.
- Signifikansi Strategis: Pemerintah Indonesia memandang BIPA sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan pengaruh internasional, memfasilitasi kerja sama bilateral di berbagai bidang, dan secara bertahap mewujudkan cita-cita menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional pada tahun 2045.
Ambisi ASEAN dan Prospek Masa Depan
Aspirasi paling konkret dalam upaya internasionalisasi adalah menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
- Peluang: Potensi Bahasa Indonesia untuk mencapai status ini sangat besar. Dari segi jumlah penutur, Bahasa Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Struktur bahasanya yang relatif mudah dipelajari menjadi keunggulan lain. Didukung oleh populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi serta pengaruh politik Indonesia di kawasan, argumen untuk menjadikannya bahasa resmi ASEAN cukup kuat. Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, secara terbuka telah menyatakan bahwa Bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa resmi ASEAN dibandingkan Bahasa Melayu, mengingat keunggulan dari aspek historis, hukum, dan linguistik.
- Tantangan: Meskipun demikian, jalan menuju pengakuan internasional tidaklah mudah. Tantangan utama justru datang dari dalam negeri, yaitu sikap sebagian masyarakat Indonesia yang terkadang memandang bahasa asing (terutama Inggris) lebih prestisius. Selain itu, persaingan dengan bahasa Inggris sebagai
lingua franca global yang sudah mapan dan kebutuhan akan upaya diplomasi yang berkelanjutan menjadi rintangan yang harus diatasi.
Keberhasilan proyek internasionalisasi Bahasa Indonesia pada akhirnya bergantung pada dua hal: kemampuan untuk terus mempromosikannya secara strategis di luar negeri melalui program seperti BIPA, dan yang tidak kalah penting, keberhasilan dalam memperkuat rasa bangga dan kemahiran menggunakan bahasa baku di kalangan masyarakat Indonesia sendiri.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah sebuah fenomena linguistik dan sosiopolitik yang luar biasa. Lahir dari bahasa Melayu, sebuah bahasa minoritas yang berfungsi sebagai basantara selama berabad-abad, ia secara sadar diangkat dan dinamai ulang untuk menjadi jiwa dari sebuah gerakan kemerdekaan dan pilar utama identitas nasional. Keputusan pragmatis untuk memilih bahasa yang egaliter dan netral secara etnis terbukti menjadi salah satu fondasi paling kokoh bagi persatuan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
Secara struktural, karakteristiknya sebagai bahasa aglutinatif dengan tata bahasa yang relatif sederhana dan transparan telah memfasilitasi adopsinya yang cepat dan luas, baik sebagai bahasa kedua bagi jutaan rakyat Indonesia maupun sebagai bahasa yang menarik bagi pembelajar asing. Kosakatanya yang kaya, hasil dari keterbukaan terhadap penyerapan dari bahasa Sanskerta, Arab, Eropa, dan Tionghoa, mencerminkan sejarah Nusantara sebagai wadah peleburan budaya global.
Saat ini, Bahasa Indonesia berada di persimpangan jalan yang dinamis. Di satu sisi, ia menghadapi tantangan dari era digital, di mana ragam informal seperti bahasa gaul dan dominasi bahasa Inggris di ruang publik mengancam penggunaan bahasa baku. Namun, di sisi lain, era yang sama juga membuka peluang yang belum pernah ada sebelumnya. Teknologi dan media sosial menjadi alat yang ampuh untuk menyebarkan pesona bahasa dan budaya Indonesia ke seluruh dunia, yang didukung oleh upaya sistematis pemerintah melalui Badan Bahasa dan program BIPA.
Dengan jumlah penutur terbesar di Asia Tenggara dan didukung oleh kekuatan demografi dan ekonomi Indonesia, aspirasi untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN dan pemain yang lebih signifikan di panggung global bukanlah sebuah angan-angan. Namun, tantangan terbesarnya mungkin bersifat internal: menumbuhkan rasa percaya diri dan kebanggaan yang konsisten dalam menggunakan bahasa nasional di kalangan warganya sendiri. Perjalanan Bahasa Indonesia dari lingua franca pasar hingga menjadi calon bahasa internasional adalah bukti ketahanan, kemampuan beradaptasi, dan kekuatan pemersatu yang luar biasa dari sebuah bahasa.